"Terkait peraturan baik UU PA, UU perkawinan batas usia anak, kemudian adanya kompensasi perkawinan yang diberikan pihak pengadilan ketika dalam kondisi urgen atau khusus. Dan ini juga dari keputusan pihak keluarga yang memutuskan tanpa konfirmasi kepada pihak yang berkompeten," ungkap Yuslin, seperti dikuti dari SulbarKini, Senin (14/3/22).
"Namun dilemanya ketika karena desakan kondisi ekonomi dan rendahnya pendidikan, sehingga hal ini banyak terjadi di wilayah sekitar kita. Belum lagi budaya yang masih mendasari garis patriarki dan pelabelan, stereotipe bahwa perempuan itu hanya di dapur urus rumah, dan lain-lain," sambung dia.[jef]