Nicke mengungkapkan, dugaan itu semakin dikuatkan dengan meningkatnya penjualan solar hingga mencakup 93 persen.
Sedangkan, penjualan solar non-subsidi atau Dex Series menurun menjadi hanya tujuh persen.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Ini yang harus kita lihat, apakah betul ini untuk industri logistik dan industri yang tidak termasuk industri besar? Antrean-antrean yang kita lihat ini, kelihatannya justru dari industri-industri besar seperti sawit, tambang. Ini yang harus ditertibkan," ungkapnya.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, terdapat ketentuan terkait transportasi yang bisa dan tidak bisa menggunakan solar subsidi.
Dalam peraturan tersebut mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6 tidak bisa menggunakan solar subsidi.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Jadi itu sebanyak 93 persen, termasuk (industri tambang dan sawit), harusnya tidak meng-cover tambang dan sawit. Ini yang kami duga," bebernya.
Dirinya menyebut, jika fenomena ini membutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah agar mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi.
Guna memastikan penyaluran solar subsidi bisa tepat sasaran sehingga tidak mengalami kelangkaan.