Kehadiran sepeda motor listrik, mobil listrik, bajaj menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar, bola lampu dan alat rumah tangga dengan sumber energi matahari atau pun biogas dari kotoran ternak sapi, pelan tapi pasti akan menggeser peran BBM dari fosil menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT).
Sebagai contoh, salah seorang pengguna energi hijau di Desa Samangki, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulsel, Basir mengatakan, sudah hampir 10 tahun tidak membeli gas elpiji lagi untuk keperluan memasak di dapur, karena sudah digantikan dengan energi biogas yang dihasilkan dari kotoran ternak sapinya.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Potret pemanfaatan BBN tersebut hanya sebagian kecil dari upaya dan dorongan pemerintah bersama mitranya di lapangan untuk mendorong penggunaan energi hijau.
Ganti Identitas
Saat minyak dunia dari energi fosil masih berjaya, industri hulu migas, baik investor dalam dan luar negeri, seakan berlomba mengeruk sebanyak-banyaknya sumber energi dari perut Bumi.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Kendati dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Ayat (3) menyebutkan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, namun implementasinya di lapangan belum semua dapat terpenuhi.
Tidak jarang di daerah penghasil minyak, masih ditemukan angka kemiskinan tinggi, diikuti Indeks pembangunan manusia (IPM) yang rendah dan minimnya pembangunan infrastruktur.
Untuk mengeliminasi semua mata rantai persoalan itu dan memperbaiki "rapor merah" industri hulu migas, karena dicap mengelola bahan bakar yang tidak ramah lingkungan, maka salah satu industri hulu migas, yakni Mubadala Petroleum -- perusahaan energi internasional yang berkantor pusat di Abu Dhabi--, telah meluncurkan identitas barunya menjadi Mubadala Energy.