Untuk menopang target itu, Solarion sudah menyiapkan dana sebesar USD350 juta atau sekitar Rp5,07 triliun. Saat ini total investasi yang telah mereka gelontorkan mencapai USD5 juta.
"Kami dapat pendanaan dari lembaga-lembaga keuangan dunia yang memang concern dengan energi bersih," timpal Head of Marketing Solarion Agustine Adiastra WM.
Baca Juga:
Maraknya Penyalahgunaan Arus untuk 'Strum' Manusia, ALPERKLINAS Desak PLN Perketat Pengawasan
Salah satu faktor yang membuat Solarion optimistis berkembangnya penggunaan listrik EBT, terutama bisnis mereka, adalah adanya pergerakan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia mengenai sumber energi yang berkelanjutan. Gedung-gedung di perkotaan kini sudah mulai dituntut untuk menjadi green building.
“Saat ini setiap orang telah memiliki pemahaman yang baik mengenai perubahan iklim. Hal ini berarti sebuah bisnis mau tidak mau harus peduli terhadap konsep industri hijau dan mengurangi emisi karbon dengan memasang PLTS,” tambah Graham.
Graham meyakini bahwa akselerasi penggunaan listrik EBT di Indonesia nantinya bisa mengejar Australia. Graham menuturkan bahwa di tahun 2021 lebih dari 3,3 GW PLTS telah dibangun di Negeri Kanguru.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Soroti Ancaman 'Power Wheeling' dalam RUU EBET Prolegnas 2025
Pembangunan PLTS untuk tempat tinggal dan kawasan industri di Australia telah mencapai 24,9% dari total potensi pemanfaatan energi terbarukan yang mungkin dilakukan.
“Saya yakin tidak butuh waktu lama bagi Indonesia untuk mencapai skala yang sama dengan Australia. Dengan tingginya populasi dan perkembangan ekonomi di Indonesia, kebutuhan terhadap energi listrik menjadi tiga kali lipat jika dihitung dari tahun 2015-2030. Tenaga surya akan memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan energi tersebut,” tandas Graham.[afs]