Tidak berhenti di situ, kata dia, BMKG juga terus berbenah dengan berupaya meningkatkan kapasitas teknologi untuk prediksi cuaca, perubahan iklim, pemanasan global, kebakaran hutan serta analisis gempabumi & tsunami.
Hal ini penting, mengingat data meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKG) yang dikeluarkan BMKG sangat diperlukan oleh berbagai stakeholders, sehingga kapasitas teknologi MKG harus terus ditingkatkan guna meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan akurasi data atau informasi MKG.
Baca Juga:
Gempa Kekuatan M4,9 Guncang Bekasi-Jawa Barat & Sekitarnya
“Poinnya adalah BMKG harus terus berupaya mengejar lembaga-lembaga sejenis yang lebih maju, seperti di antaranya JMA Jepang. Saat ini kami berfokus melakukan berbagai lompatan inovasi dan teknologi dengan memprioritaskan karya anak bangsa,” ujar dia.
Dwikorita mengatakan pada Desember 2021, BMKG telah menuntaskan proses instalasi tambahan 17 instrumen pendeteksi gempa bumi atau seismograf di seluruh wilayah Indonesia.
Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan keakuratan informasi serta peringatan dini tsunami.
Baca Juga:
Direktur BMKG Daryono Sebut Gempa Tektonik Bitung Akibat Subduksi Lempeng Maluku
Dengan tambahan 17 sensor tersebut, sambung Dwikorita, total ada 428 sensor yang terpasang dari yang sebelumnya hanya 411 sensor dalam Jaringan Sistem Monitoring Gempa Bumi.
Adapun penentuan jumlah dan lokasi penempatan sensor dilakukan berdasarkan historis dan sebaran sumber-sumber gempa bumi yang telah terjadi yaitu pertemuan antar lempeng tektonik seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina, serta sebaran sesar atau patahan aktif yang telah teridentifikasi.
“Kami sadar betul jika Indonesia merupakan wilayah yang sangat rawan bencana. Karenanya, BMKG terus melakukan pemeliharaan serta pembaruan alat dan teknologi guna menjaga keselamatan masyarakat terhadap bencana,” ujar dia.[jef]