WahanaNews-Sulbar | Gugur dalam pertempuran, Rusia telah kehilangan tentara wanita pertamanya selama perang di Ukraina.
Ia adalah Valentina Galatova (27), ibu satu anak yang meningggal akibat tembakan mortir dalam pertempuran di Mariupol.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Valentina tewas dalam pertempuran di Kota Pelabuhan Laut Hitam, April lalu.
Kematiannya baru dikonfirmasi oleh media Rusia pada Rabu (4/5/2022).
Valentina Galatova lahir di Siberia tetapi pindah ke Voronezh, sekitar 170 mil barat laut Kota Kharkiv di Ukraina, ketika dia masih muda.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Setelah invasi terakhir Rusia ke Ukraina pada tahun 2014, dia pindah ke daerah Provinsi Donetsk yang diduduki oleh separatis pro-Moskow.
Ia tingggal bersama suaminya di sana, dan di sana pula Galatova melahirkan anak tunggalnya, yakni seorang putra yang saat ini berusia delapan tahun.
Valentina Galatova belajar psikologi di Donetsk dan lulus pada Januari tahun 2022 ini.
Suaminya, yang bertugas di angkatan bersenjata Republik Rakyat Donetsk, tewas dalam pertempuran lintas perbatasan dengan pasukan Ukraina 2021 lalu.
Setelah Putin menyerang Ukraina untuk kedua kalinya pada Februari 2022, Galatova menjadi sukarelawan untuk angkatan bersenjata DPR dan dikirim ke Ukraina.
Valentina kemudian mengajukan diri untuk bertugas militer setelah Rusia memutuskan melakukan operasi militer khusus di Ukraina pada Februari 2022.
Ia kemudian terbunuh oleh mortir pada 14 April 2022.
Rusia sebenarnya melarang wanita bertempur di garis depan.
Karenanya Valentina Galatova ditugaskan sebagai tenaga medis di garis depan sebagai gantinya.
Galatova hampir pasti merupakan bagian dari unit Rusia yang meggempur Kota Mariupol, Ukraina, dengan pengepungan brutal selama dua bulan dan hampir menghancurkan kota itu.
Ribuan warga sipil, termasuk anak-anak, diperkirakan tewas selama pengepungan di tengah pemboman membabi buta oleh pasukan Rusia.
Di sana Rusia juga memutus aliran air, makanan dan pemanas yang menyebabkan beberapa orang meninggal karena dehidrasi, kelaparan dan kedinginan.
Pada 14 April, Valentina Galatova terbunuh oleh tembakan mortir saat melakukan misi tempur.
Hal itu diungkaplan media Rusia di kampung halamannya di Voronezh yang melaporkan kematiannya.
Putranya, yang sekarang yatim piatu, dibawa kembali ke Voronezh sehingga dia dapat dibesarkan oleh neneknya, tambah laporan itu.
Rusia masih berjuang untuk menguasai Mariupol lebih dari dua bulan sejak kota itu pertama kali dikepung, pada 2 Maret.
Sebagian besar kota sekarang berada dalam reruntuhan dan di bawah kendali Rusia.
Tetapi anak buah Putin masih berusaha mengusir para pembela Ukraina yang bertahan di pabrik baja Azovstal, sebuah kompleks industri seluas empat mil persegi di jantung kota.
Ukraina mengatakan pasukan Rusia memulai upaya untuk menyerbu kompleks itu dua hari lalu dan telah terjadi pertempuran berat dan berdarah sejak itu.
Rusia belum mengakui serangan itu, dan sebaliknya mengatakan gencatan senjata akan diberlakukan mulai 5 Mei hingga 7 Mei untuk memungkinkan warga sipil dievakuasi.
Diperkirakan ada ratusan orang tak bersalah yang berlindung di terowongan di bawah Azvostal.
Terowongan dirancang untuk menahan ledakan nuklir.
Evakuasi mereka diperumit oleh fakta bahwa mereka sekarang bercampur dengan pasukan Ukraina dan menggunakan kompleks yang sama dengan benteng terakhir mereka.
Tidak jelas secara pasti berapa banyak tentara yang bersembunyi di dalam, meskipun Rusia mengklaim ada sekitar 2.000 termasuk 500 yang terluka.
Letnan Kolonel Denis Prokopenko, yang memimpin pertahanan, mengatakan dalam sebuah pesan video tadi malam bahwa ada pertempuran yang berat dan berdarah di sana.
"Saya bangga dengan tentara saya, karena melakukan upaya untuk menahan serangan musuh yang tidak manusiawi. Saya berterima kasih kepada seluruh dunia atas dukungan luar biasa dari garnisun Mariupol. Prajurit kita pantas mendapatkannya," katanya.
"Situasinya sangat sulit, tetapi kami terus menjalankan perintah untuk menjaga pertahanan agar terlepas dari segalanya," ujar Prokopenko. [jef]