WahanaNews.co | Sebagai upaya awal memenuhi akses keadilan yang merata, Pakar Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Bambang Sutiyoso merekomendasikan pengembangan model pendidikan hukum klinik untuk kurikulum perguruan tinggi hukum Indonesia.
“Dengan model pendidikan hukum klinik diharapkan mahasiswa hukum itu tidak hanya menguasai masalah teori-teori hukum saja, tetapi mereka memiliki legal skill (kemampuan hukum), legal attitude (sikap terhadap peraturan hukum), dan bersikap prokeadilan, ” ujar Bambang Sutiyoso.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Rekomendasi itu dikemukakan Bambang saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertajuk “Refleksi 10 Tahun UU Bantuan Hukum: Akses terhadap Keadilan di Tengah Pandemi” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Jakarta Legal Aid, dipantau dari Jakarta, Senin.
Bambang menekankan bahwa perguruan tinggi sebenarnya berperan penting dalam mengoptimalkan keberadaan akses terhadap keadilan. Menurutnya, perguruan tinggi atau kampus hukum berpengaruh terhadap keberhasilan mahasiswa dan alumninya untuk menyediakan akses keadilan di tengah masyarakat.
Namun sejauh ini berdasarkan pengamatannya, Bambang menilai peran kampus hukum di Indonesia belum optimal untuk mencetak sarjana hukum yang mendukung keadilan.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
“Peran kampus belum optimal dalam mencetak sarjana hukum yang prokeadilan,” ucapnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, menurutnya, kampus hukum perlu segera mengimplementasikan perannya untuk memperluas akses keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Peran tersebut, ujar Bambang, dapat dilakukan melalui beberapa langkah.
Pertama, paparnya, kampus perlu berkomitmen penuh mulai dari tahapan rekrutmen mahasiswa, desain kurikulum, dan proses pembelajaran yang diarahkan pada model pendidikan hukum klinik serta bertujuan utama membangun kepekaan mahasiswa terhadap keadilan.
Kedua, diperlukan penyiapan kelengkapan dan kemutakhiran sarana prasarana pembelajaran di perguruan tinggi hukum. Kemudian, tambahnya, yang terakhir adalah mengembangkan jejaring atau kolaborasi dengan pihak-pihak lain, termasuk para praktisi hukum yang relevan.
[kaf]