WahanaNews-Sulbar | Seorang pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Surabaya, Jawa Timur bercerita bahwa ia mendapakan tagihan listrik hampir sebesar Rp 18 juta.
Melalui akun TikTok-nya, Sabtu (10/9/2022), ia mengunggah video yang menceritakan dirinya mendapat tagihan dari PLN.
Baca Juga:
Tangani Transisi Energi, PLN Bentuk Divisi Khusus
Video tersebut menayangkan meteran listrik yang tengah diperiksa. Di akhir video, tampak jumlah tagihan yang dibebankan kepada pengunggah sebesar Rp 17.829.321.
"Percayalah gaada yg lebih membagongkan drpd liat denda pln 18jt pas lagi gapunya tabungan," narasi pengunggah dalam video.
Baca Juga:
PLN Butuh Dana Rp10.953 Triliun demi Net Zero Emission 2060
Cerita Pengunggah
Melalui video lain, pengunggah bercerita, rumah yang mendapat tagihan semula jarang ditempati.
Selama ini, rumah tersebut tak benar-benar berfungsi sebagai tempat tinggal, sehingga tagihan listrik hanya berkisar Rp 136.000 - Rp 140.000 per bulan.
Hingga pada saat pengunggah memutuskan untuk menempati rumah, ternyata tagihan listrik masih tetap berkisar di angka tersebut.
"Kita mulai curiga. Laporlah ke PLN, telepon ke CS-nya. Terus CS-nya aku masih ingat banget itu sekitar tahun 2019-an, terus kata CS-nya tuh gini, ‘oh iya Mbak, kalau pemakaian di bawah standar atau apa gitu jadi dikenakan biaya flat-nya gitu'," terang pengunggah.
Namun, saat itu PLN terdekat tak mengecek kondisi listrik di rumahnya meski ia sudah melapor terkait kejanggalan tersebut.
Tak lama setelah melapor, tagihan listrik rumah membengkak hingga Rp 1 jutaan.
“Aku pikir di situ sudah case closed nih karena aku sudah membayar tunggakan-tunggakan sebelumnya,” kata dia.
Hingga suatu hari, rumah tersebut dikontrakan. Usai tiga bulan kontrak selesai, pengunggah yang khawatir meteran listrik di rumahnya rusak dan akan menanggung tunggakan pun, memutuskan untuk lapor kembali.
Kali ini, pengunggah melaporkan kondisi listrik melalui teman suami yang bekerja di PLN.
Barulah setelah laporan itu, kata dia, petugas mendatangi rumahnya untuk melakukan pengecekan.
“Setelah dicek ternyata meteranku itu minus 56 persen putarannya itu,” tutur dia.
“Jadi selama ini aku cuma bayar 44 persennya, bayangin berapa tunggakanku,” imbuh pengunggah.
Kemudian, petugas pun membawa meteran listrik untuk diperiksa di laboratorium PLN.
Saat pemeriksaan, pengunggah dan keluarga turut serta melihat kondisi meteran.
Adapun penuturan pengunggah, meteran tersebut sudah ada sejak 1987. Lantaran sudah tua, semula ia mengira meteran mengalami kerusakan.
“Terus ternyata meteranku ada kabel kecil. Harusnya nggak ada kayak kawat kecil ini. Jadi aliran listriknya katanya harusnya langsung ke meteran, (tapi) dia berputar dulu baru ke meteran,” ungkap pengunggah.
Pengunggah yang merasa tak pernah menyentuh meteran listrik pun kaget. Kendati demikian, lanjut dia, PLN berprinsip tidak tahu-menahu dan tetap membebankan tagihan kepada pemilik rumah.
Ia melanjutkan, seharusnya PLN memberi diskon atau mengurangi total tagihan susulan yang dibebankan.
Sebab, sebelumnya pengunggah berinisiatif untuk melaporkan kejanggalan tagihan listrik di rumah sejak 2019, tetapi tidak digubris.
“Bikinlah program kayak gitu. Biar warga Indonesia yang merasa ada kejanggalan itu nggak takut untuk lapor,” saran pengunggah.
Pengunggah juga menyangkal bahwa kondisi meteran di rumahnya hasil dari temuan kegiatan P2TL PLN.
“Itu terungkapnya bukan karena kegiatan rutin P2TL. Selama 3 tahun saya di Surabaya nggak pernah ada petugas yang datang ya,” kata dia.
Lantas, bagaimana penjelasan PLN terkait tagihan tersebut?
Penjelasan PLN
Manajer PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Darmo Permai, Surabaya, Jawa Timur, Rio Aperta, membenarkan tagihan yang dibebankan kepada warganet tersebut.
Menurut dia, warganet yang merupakan pelanggan PLN tersebut melakukan pelanggaran golongan 2 (P2). Golongan ini berupa pelanggaran yang memengaruhi pengukuran energi.
"Temuan di pelanggan termasuk kategori P2," ujar Rio dilansir dari Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Rio melanjutkan, pelanggaran tersebut ditemukan petugas PLN saat tengah melakukan kegiatan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).
P2TL sendiri merupakan kegiatan rutin dalam rangka meningkatkan pelayanan dan keamanan kelistrikan.
Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengamankan pendapatan negara.
Adapun saat P2TL di rumah pelanggan tersebut, kata Rio, pihaknya menemukan kabel jumper pada kotak terminal di dalam meteran listrik.
"Ditemukannya kabel jumper pada terminal yang memengaruhi kerja meter sehingga minus 56 persen," ujar dia.
Tanda minus menandakan bahwa meteran tidak mengukur dengan normal atau mengukur lebih sedikit dari jumlah seharusnya.
Pelanggan sudah mendapat penjelasan
Lebih lanjut, Rio menuturkan, pelanggan yang bersangkutan telah menerima penjelasan dari petugas.
Bukan hanya itu, pelanggan pun telah memahami, baik pelaksanaan P2TL maupun kejadian yang ia alami.
"Pelanggan juga telah melakukan pembayaran awal tagihan tersebut serta akan mencicil sisa tagihan sebanyak 12 kali," ungkap Rio.
Terkait temuan pelanggaran pada meteran listrik, Rio pun mengimbau masyarakat untuk waspada dan berhati-hati, terutama saat transaksi pembelian atau sewa-menyewa rumah.
"Dan apabila memerlukan bantuan pemeriksaan APP (Alat Pembatas dan Pengukur) sebelum transaksi pembelian atau sewa-menyewa terjadi, silakan menghubungi 123," kata dia.
Jenis Pelanggaran Listrik
Sebelumnya, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN Gregorius Adi Trianto menyampaikan, terdapat empat golongan pelanggaran penggunaan listrik.
"Jenis pelanggaran penggunaan listrik sendiri dibedakan menjadi empat golongan," tutur Gregorius kepada Kompas.com, Sabtu (27/8/2022).
Pertama, pelanggaran golongan 1 (P1), yaitu pelanggaran yang memengaruhi batas daya listrik.
Gregorius mencontohkan, seperti penggantian miniatur circuit breaker (MCB) melebihi batas daya kontrak dengan PLN.
Kemudian, membuat MCB tak berfungsi sebagaimana mestinya.
Kedua, pelanggaran golongan 2 (P2), yaitu berupa pelanggaran yang memengaruhi pengukuran energi.
Contoh dari pelanggaran ini, penggunaan alat penghemat listrik yang memengaruhi pengukuran, maupun mengotak-atik atau merusak segel kWh meter.
Ketiga, pelanggaran golongan 3 (P3) atau pelanggaran yang memengaruhi batas daya dan pengukuran energi.
Contoh pelanggaran ketiga ini, sambung langsung pada instalasi yang terdapat ID pelanggan PLN dan tidak melalui kWh meter dan pembatas.
Terakhir, pelanggaran golongan 4 (P4) atau pelanggaran yang dilakukan oleh bukan pelanggan.
Misalnya, mencantol listrik untuk pembangunan rumah, penerangan pesta atau penerangan pasar malam secara ilegal. [afs]